Pantarlih Ora Sepele: Sebuah Catatan Lapangan Pemutakhiran Data Pemilih

Pantarlih Ora Sepele: Sebuah Catatan Lapangan Pemutakhiran Data Pemilih

Oleh: Robingul Ahsan 

Komisioner KPU Kabupaten Wonosobo

Realitas lapangan selalu lebih kompleks daripada yang tertuang di atas kertas. Kira-kira itulah gambaran kerja Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) ketika turun langsung melayani dan mendata pemilih di masing-masing wilayah TPS. Tidak pernah sederhana. Kendala, kesulitan, dilema, bahkan drama tak terduga bisa tiba-tiba menghinggapi pantarlih saat bekerja.

Pantarlih merupakan pelaku utama pemutakhiran data pemilih. Tahapan ini dilakukan dengan verifikasi faktual mendatangi rumah-rumah (door to door) pada masa pencocokan dan penelitian (coklit) dimulai sejak 24 Juni 2024 dan berakhir pada 24 Juli 2024 sesuai PKPU 2 tahun 2024 tentang tahapan Pilkada serentak.

Pekerjaan pantarlih di masing-masing TPS tidak bisa dianggap sepele, pasalnya akurasi data pemilih menjadi titik tolak sukses tidaknya penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. Jika penghitungan suara adalah gong pamungkas penyelenggaraan pemilihan, maka pemutakhiran data pemilih tak lain adalah serangkaian nada yang terus berjalan mengalun sebelum gong ditabuh. Tidak boleh fals dan keliru. 

Persoalan klasik data kependudukan yang tak kunjung selesai 

Pada minggu ketiga, pantarlih di seluruh Kabupaten Wonosobo sudah berhasil mencapai angka 100% proses coklit, baik secara offline maupun online melalui aplikasi e-coklit. Keberhasilan ini tentu saja tidak secara mudah dilakukan, kendala-kendala lapangan masih menjadi tantangan. 

Di antara beberapa kendala adalah ketidakmutakhiran dokumen pemilih saat dilakukan coklit. Seperti diketahui, coklit dijalankan dengan asas de jure (sesuai hukum), artinya pencocokan dan penelitian ini mengacu pada data dokumen sah kependudukan yang saat ini dipegang oleh pemilih. Sementara, fakta lapangan bisa berkata lain, di Kabupaten Wonosobo ada beberapa pemilih yang belum mengubah KTP-el ataupun KK meski alamat atau status perkawinan sudah berganti.

Dalam kasus lain, pantarlih juga menemukan pemilih yang sudah meninggal dunia namun tidak memiliki akta kematian. Padahal, dokumen tersebut dibutuhkan pantarlih sebagai bukti dukung untuk mencoret pemilih yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Kealpaan akta kematian ini terjadi karena beragam alasan. Ada yang karena tidak sempat mengurus, ada juga yang memang sengaja tidak diurus. Misalnya, pada pemilih penerima bantuan pemerintah yang meninggal. Agar bantuan tetap cair mengalir, akta kematian dibiarkan tidak terbit. 

Yang tidak kalah menantang lagi, pantarlih kadang “terpaksa” masuk dalam urusan rumah tangga lantaran status perceraian belum sempat diurus pada dokumen kependudukan. Dilema muncul saat pantarlih harus memberikan tanda bukti coklit dan stiker. Regulasi mewajibkan pantarlih mencantumkan nama anggota keluarga yang tertera di KK sementara pemilih tersebut tidak sudi jika mantan suami/istri ditulis. 

Situasi di atas sebenarnya bukan khas Wonosobo, melainkan jamak terjadi di daerah lain. KPU Wonosobo sudah mencoba mengantisipasinya dengan berkoordinasi intens dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Wonosobo. 

Dukcapil Wonosobo sendiri bahkan sudah mendorong warga masyarakat untuk melakukan perekaman KTP-el atau pembaruan data kependudukan. Langkah itu dilakukan dengan menyurati tiap kecamatan untuk selanjutnya diteruskan kepada desa atau kelurahan di wilayahnya masing-masing. Bahkan, Dukcapil juga siap jemput bola jika diminta datang.

Selain persoalan dokumen kependudukan, pantarlih juga mesti menghadapi kendala lain, seperti sulitnya bertemu dengan pemilih dan ketidakmauan pemilih menunjukkan dokumennya. Ada yang memang karena kesibukan, persoalan ideologis, dan ada yang karena cemas dan takut perihal keamanan data pribadi. 

Meski pantarlih sudah datang meyakinkan dengan atribut dan tata cara yang semestinya, beberapa keluarga di salah satu desa enggan menunjukkan dokumennya. Alasannya karena takut disalahgunakan untuk pinjaman online yang sedang marak. 

Soal keamanan data pribadi, KPU dan Kemendagri memedomani UU No.27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi  sudah bersepakat menerapkan Zero sharing data policy. KPU dan jajarannya, termasuk pantarlih, tidak boleh memberikan data pribadi pemilih yang memuat NIK dan tanggal lahir kepada siapapun, bahkan kepada pengawas pemilihan. Domain pengawasan Bawaslu dan jajarannya dibatasi pada ranah memastikan apakah proses coklit dilakukan sesuai regulasi atau tidak. 

Terhadap kasus-kasus khusus tersebut, pantarlih, PPS, dan PPK mesti memahami secara detail serta mencatat riwayat pemilih yang berpotensi menjadi masalah ketika hari H. Koordinasi dengan jajaran pengawas dan stakeholder pada tingkatan masing-masing menjadi kunci penyelesaian. Harapannya, persoalan yang muncul saat tahap pemutakhiran data pemilih bisa segera teratasi sehingga tidak menjadi sengketa dan sandungan hukum di kemudian hari. 

Perlu gandeng tangan masyarakat

Tahapan Pemutakhiran data pemilih memerlukan dukungan partisipasi masyarakat. Data akurat dan mutakhir dapat terwujud tidak hanya bergantung pada aktor tunggal, dalam hal ini KPU dan jajarannya. Namun, ada faktor penentu lain yang terletak pada respon masyarakat berupa masukan dan tanggapan. Respon inilah yang sedianya mengawal proses pemutakhiran data sejak sumber data pemilih diturunkan.

Berdasarkan UU Pilkada No. 10 Tahun 2016, sumber data pemilih Pilkada 2024 adalah Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilih (DP4) dari Kemendagri dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir. DPT Kabupaten Wonosobo pada Pemilu 2024 ada di angka 693.625 kemudian ditambah DP4 sebanyak 6.247, maka totalnya adalah 699.872. Dari daftar pemilih tersebut, KPU Kabupaten Wonosobo melakukan verifikasi faktual dengan metode coklit yang dilakukan oleh 2.712 Pantarlih di 1551 TPS. 

Pada minggu terakhir masa coklit, PPK dan PPS di kabupaten Wonosobo membuka ruang aduan bagi warga yang belum didatangi pantarlih. Ini dimaksudkan untuk memastikan seluruh warga sudah terdata. Setelah masa coklit berakhir, tanggapan dan masukan masyarakat bisa dilakukan pada 18-27 Agustus setelah Daftar Pemilih Sementara (DPS) ditetapkan oleh KPU Kabupaten. Selanjutnya PPS akan mengumumkan DPS melalui berbagai media dengan prinsip aksesibel di tingkat desa atau kelurahan. Masukan dan tanggapan sebagai bagian dari partisipasi masyarakat tersebut bisa disampaikan kepada PPS di wilayah masing-masing. 

Partisipasi masyarakat pada tahapan ini penting untuk memastikan akurasi data pemilih. Partisipasi tidak sekadar persoalan penggunaan hak pilih di bilik suara, tetapi juga bagaimana publik berperan dalam mewujudkan proses pemilihan yang kredibel dan legitimate.  Keterlibatan publik dalam pengawasan data pemilih menjadi bagian kontrol kualitas demokrasi.

Meski instrumen hukum telah disusun untuk menggaransi hak pilih setiap warga negara, namun pada tahapan implementasinya masih memerlukan strategi-strategi jitu yang bisa menstimulasi sikap proaktif masyarakat. 

Upaya menyelesaikan kendala-kendala di lapangan di atas adalah ikhtiar bersama untuk mewujudkan Pilkada serentak di Wonosobo yang bermartabat. Jika ditarik garis lebih jauh, pantarlih mengemban tugas mulia demokrasi. Pekerjaan pantarlih dengan segala persoalan pelik dan kerja-kerja sunyi di lapangan ini tidak lain adalah dalam rangka menjaga hak konstitusional setiap warga negara. 

Pada akhirnya, terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pantarlih atas kerja nyatanya. Pantarlih ora sepele

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 1,384 Kali.